Kamis, 28 November 2013

BAB I
LATAR BELAKANG

Islam menumpangkan kepercayaan kepada kekuasaan Kebenaran untuk mendapatkan pengakuan atas kebenaran ajarannya. Dalam batas-batas tertentu, seorang Muslim bersedia menerima kebenaran yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan. Sikap seorang muslim bukan saja menerima, melainkan juga memilih.
Diantara ahli ilmu pengetahuan banyak orang yang setia kepada agamanya dan di kalangan kaum banyak sekali yang tidak merasa asing pada ilmu pengetahuan Akan tetapi tidak sedikit pula ahli ilmu pengetahuan yang tak acuh pada agama bahkan memusuhinya dan banyak alim ulama takut pada ilmu pengetahuan yang terang-terangan mencelanya serta memusuhinya. Karena itu timbul anggapan pada sebagian orang seakan ada perang dingin tau pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan dan sebagian lagi bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya duduk perkaranya.
Islam sebagaimana termaktub dalam Qur’an Suci ialah Kalamullah yakni Sabda Allah (9:6) atau Al Qaulu, yakni apa yang dikatakan kepada mereka dalam Qur’an (23:68; 39:18). Sedangkan alam ialah Shun’ullah, yakni perbuatan atau aktivitas Allah. Anatara Sabda Allah yaitu Qur’an Suci dengan perbuatan-Nya merupakan objek penelitian ilmu pengetahuan itu tak mungkin ada pertentangan. Dari sebab itu Qur’an acap kali menimbulkan kebenaran ajaran-ajaran-Nya dengan menarik perhatian manusia kepada hukum-hukum alam. Asas pembuktian itu dirumuskan dalam bentuk seperti berikut :
“Adakah mereka mencari (agama) selain Dinullah (keta’atan dan perbuatan berserah diri kepada Allah). Dan kepada-Nya Aslama (berserah diri) apa jua pun di langit dan di bumi (di alam semesta sekalian), mau tak mau dan kepada-Nya mereka akan dikembalikan” (3:82)
Seluruh alam merupakan suatu bina (2:22) seluruh kesatuan dalam keragaman, yakni suatu Unitas Multiplex atau ganzheit dan bukan Summe (jumlah), serta dikuasai oleh satu hukum pokok, yaitu hukum evolusi kreatif.
Caranya alam bekerja disebut Sunatullah atau kebiasaan Allah (35:43;48:23), akan ada ketetapan, keseragaman dan sifat dimana para ahli ilmu pengetahuan alam dapat menggantungkan diri kepada-Nya. Tanpa sifat itu, ilmu pengetahuan alam tak mungkin ada.
Memadukan Islam dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah satu pemikiran yang didasarkan pada asumsi bahwa pengembangan IPA dalam konteks ke-Islam-an merupakan suatu keharusan bagi kelanjutan peradaban umat manusia yang harmonis di masa depan. Mengembangkan IPA secara sepihak, dalam artian terbebas dari nilai-nilai ke-Islam-an, akan menimbulkan berbagai masalah atau bencana. Pengembangan IPA merupakan contoh dari kesempurnaan ciptaan makhluk Tuhan yang bernama manusia. Dalam hal ini, kemampuan manusia untuk menggunakan akal pikiran yang memungkinkan pengembangan IPA adalah suatu kondisi yang membuat derajat manusia lebih tinggi dari makhluk hidup yang lain. Berkat kemampuan IPA inilah, yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk teknologi, manusia pada akhirnya memiliki alat, sarana, dan metode yang memungkinkannya untuk menjalankan fungsi kekhalifahan secara produktif di muka bumi.

BAB II
PEMBAHASAN
 
Jika dasar pokok Islam dikupas, maka dapatlah dipahami bahwa asas itu mengandung syarat penting bagi penyelidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Keesaan Ilahi (112:1) ialah asas Islam yang terpenting. Asas itu mengandung pengertian tentang adanya Satu Daya sebagai Enersi, yaitu daya cipta dan pimpin Ilahi (Khalq dan Amr, 7:54; 41:12; 87:1-3) yang mewujudkan kehendak Allah memanifestasikan dan merealisasikan Kasih Sayang-Nya (Rahman dan Rahim) dalam segala aspeknya menurut Satu Hukum Pokok yang sifatnya umum dan evalusioner kreatif (Rububiyah, 1:1; 87:1-3). Daya itulah yang menggerakkan dan mengarahkan sekalian proses di alam semesta kepada  Satu Tujuan yaitu kesempurnaan dan akhirnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (2:210; 3:108; 57:5)
Jadi daya cipta dan pimpin Ilahi itu merupakan dasar umum dari satu alam semesta yang homogen dan seluruhnya terpaut dalam satu aliran evolusi yang maha besar. Dalam gerakan itu, setiap ciptaan Ilahi, adalah penjelmaan khusus dari Daya Cipta dan Pimpin Ilahi. Setiap ciptaan mempunyai tempat kedudukan sendiri dan berdasarkan tempat kedudukan masing-masing. Semua melaksanakan peranan dan ikut serta menuyumbangkan bagiannya dalam mewujudkan Rencana Ilahi.
Untuk menjelaskan asas pokok itu, Qur’an Suci memberitahukan kebenaran ilmiah yang pada zaman Kitab Suci diwahyukan sekitar empat belas abad silam, hal itu sama sekali tidak diketahui dunia. Akan tetapi, pada zaman sekarang sudah banyak dibenarkan oleh penelitian ilmu pengetahuan. Dibawah ini contoh yang berkenaan dengan bekerjanya hukum evolusi kreatif yang memimpin pertumbuhan dan perkembangan alam semesta ke arah kesempurnaan dan kepada Penciptanya, seperti :
a.      Sejarah terjadinya alam (kosmogoni) yang tumbuh dan berkembang dari satu zat seperti gas (41:11) yang dipisah-pisahkan menjadi benda-benda langit seperti galaksi-galaksi, bintang-bintang, planet-planet dan lain sebagainya (35:1; 21:30; 51:7). Sesuai dengan prinsip itu bumi pun dilontarkan sebagai bola api dari sebuah benda yang lebih besar (79:30), begitu pula halnya dengan planet lainnya maupun bulan (65:12; 78:12; 71:15-16)
b.     Perkembangan bumi melalui enam tingkat perkembangan atau dalam enam masa (41:9-10)
c.     Terjadinya berbagai jenis binatang (22:45) dan manusia dari air dan bumi (53:32; 71:14, 17, 18)
d.      Perkembangan mudigah (emrio) dalam kandungan ibu dan timbulnya ciptaan yang baru (32:7-9; 15:29; 23:12-14; 75:36-40)
e.      Pertumbuhan dan perkembangan jiwa manusia (91:7-10)
f.     Tumbuhnya alam semesta (35:1) dan berubahnya bumi dan langit lainnya (14:48; 17:99), sebagaimana halnya dengan manusia 914:19-21; 56:60-61)
g.      Adanya keseimbangan dalam alam semesta (55:5-7)
h.      Perkembangan Wahyu Ilahi yang disampaikan kepada para Nabi (3:7; 61:9; 57:26; 15:4; 5:48; 16:43-44; 10:37; 9:33; 5:3)

Hubungan Islam dengan Ilmu Pengetahuan Alam
1.      Ciptaan Alam Semesta
Seluruh ciptaan Ilahi ialah Shun’ullah, perbuatan Allah, yakni Perbuatan Memerkerjakan Daya Cipta Pmpinan-Nya (Khalq Wal Amr; 7:54; 41:12; 87:1-3). Sebagai Perantaraan Menciptakan (52:35). Untuk mewujudkan Secara Berangsur-angsur Kehendak-Nya Memanifestikan dan Merealisasikan Kasih Sayang-Nya dalam Segala Aspek. Maka pada hakekatnya, seluruh alam semesta itu adalah aktivitas, proses atau peristiwa penjelmaan bekerjanya daya Cipta dan pimpin yang aktif melaksanakan kehendak Ilahi dengan tiada henti-hentinya menjadi satu-satunya realitas (individualism embodiment)
“Semuanya yang ada di langit dan di bumi bermohon kepada-Nya. Setiap saat Dia dalam suatu urusan”(55:29)
Dalam 24:35, Allah disebut Nurrus-samawati al-ardli, Nur atau cahaya sarwa sekalian alam. Nur ialah apa yang menjadikan nyata barang-barang yang tersembunyi. Jadi alam semesta itu asal mulanya dalam benntuk enersi yang tak nyata, kemudian berangsur-angsur berubah bentuknya melalui enam tingkat perkembangan (7:54), hingga akhirnya dapat ditangkap oleh indra manusia. Mula-mula yang tak tampak itu tumbuh menjadii Dukhan, zat seperti gas (41:11) yang pada tingkat berikutnya dipisah-pisahkan.
2.      Dasar Umum Semesta Alam
Daya-Cipta dan Pimpin Ilahi, merupakan faktor dasar yang melingkupi, mengorganisir, memberi bentuk dan struktur, mengintegrasikan segala jenis proses yang disebut alam semesta itu menjadi satu kesatuan (unitas multiplex),  dan mengarahkannya ke satu tujuan tertentu. Tanpa memperhatikan latar belakang, metafisi atau sifat asli terakhir (final nature) pada benda-benda itu, maka sekalian ilmu pengetahuan menggabungkan bermacam-macam pernyataan yang secara implisit membenarkan berbagai latar belakang atau dasar yang tidak ada sangkut pautnya dengan lainnya. Ilmu fisik zaman sekarang yang didasarkan telaah statistik dari tabiat atau kelakuan elektron, atom, molekul dan sebagainya telah meninggalkan pengertian materi dari  abad ke-19 sebagai dasar segala sesuatu dan memandang elektron sebagai batu sendi terakhir dari alam semesta. Adapun yang disebut elektron itu tak lain sekedar lambang atau simbol belaka dari sesuatu yang diduga ada dibalik pengaruhnya. Orang tak tahu dan tak mungkin tahu, apakah sebenarnya atom itu, karena tak ada jalan bagi ilmu fisika untuk mengetahuinya, apalagi mengenai elektron.
Jika dalam lapangan ilmu fisika orang mempergunakan teori tentang elektron, maka dalam lapangan biologi, baik yang sifatnya vitalistis atau neo-vitalistis, mereka menggunakan prinsip vitalistis, seperti hidup dominan (J. Reinke), entelechie atau pyschoid (H. Driesch) disamping proses fisis chemis yang sifatnya kebetulan dan digunakan oleh para penganut biologi mekanistis. Dalam lapangan ilmu jiwa, yang dipandang sebagai unsur pokok menjadi prinsip rohani, seperti naluri (nisarga, garizah), nafsu, libido, jiwa, roh. Segala pemikiran, teristimewa tentang kedudukan manusia, dilakukan tanpa mengembalikan kepada latar belakang umum yang metafisis. Sedangkan menurut ajaran Islam tentang Keesaan Ilahi, dapatnya sekalian ilmu pengetahuan yang dapat dipercaya atau tidak, bebas dari kelemahan atau tidak, semuanya bergantung kepada dasar umum, tempat kesemuanya itu bertumpu.
“Wahai manusia, sesungguhnya engkau harus berusaha dengan usaha yang keras (agar sampai) kepada Rabb engkau, hingga engkau bertemu dengan Dia” (84:6)
Katakanlah : Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu sekalian – diwahyukan kepadaku, bahwa Tuhan kamu Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, siapa jua pun berharap akan bertemu dengan Rabb-nya hendaklah dia melakukan perbuatan-perbuatan baik dan tidak mempersatukan siapa pun juga dalam pengabdian kepada Rabb-nya” (18:110)
3.      Gambaran  Alam yang Diberikan oleh Ilmu Pengetahuan
Gambaran yang diberikan ilmu fisika tentang alam, tak lebih dari alam perlambang, dan susunan kesadaran indra intelektual manusia. Hal itu nyata dari keterangan dua orang ahli yang dikutip dibawah ini :
Menurut Sir James Jeans, seorang ahli ilmu fisika dan filsuf ilmu pengetahuan (1877-1946), ada dua jenis alam yang harus dibedakan dengan jelas. Ilmu fisika yang baru, mengetengahkan pendapat, bahwa selain dari materi dan radisasi yang dapat dilambangkan sebagai ruang dan waktu biasa, harus ada unsur-unsur lain yang tak dapat dilambangkan seperti itu. Unsur itu sama benar nyata dengan unsur-unsur kebendaan, akan tetapi tak dapat ditangkap oleh indra kita dengan langsung. Jadi alam kebendaan seperti yang dirumuskan diatas itu merupakan seluruh alam yang menampakkan diri kepada kita (the whole world of appearabce) bukan seluruh alam kenyataan yang sebenarnya (not the whole world of reality). Kita dapat memandangnya sebagai sesuatau penampang silang dari alam kenyataan yang sebenarnya.
4.      Ciri Ilmu Pengetahuan
Alam yang menampakkan diri kepada kita dan dipelajari oleh ilmu pengetahuan dengan metode pengamatan yang seksama, penggolongan, analisis data atau fakta yang diperoleh dari observasi menurut kecerdasan akal dengan maksud menemukan hubungan logis antara fakta dan memahami makna relatifnya, menarik kesimpulan induktif dan dedukti dari hasil analisis dan deskripsinya. Akhirnya, percobaan atau observasi yang disengaja secara sistematis tersebut, semuanya dilakukan dengan cermat, dengan tujuan menempatkan alam fisis-empiris di bawah kekuasaan hkum yang memungkinkan manusia meramalkan apa yang akan terjadi dalam keadaan tertentu.



BAB III
KESIMPULAN


Dari uraian terdahulu kiranya jelas bahwa sebenarnya tidak ada pertentangan antara Islam dengan ilmu pengetahuan. Yang ada justru saling melengkapi dan keduanya mempunyai tujuan akhir yang sama, yakni mencapai pengetahuan yang hakiki dan mengandung unsur-unsur :


a.       Bersifat abadi atau berlaku terus-menerus
b.      Peristiwa yang sekali-kali berlaku
c.       Peristiwa yang berulang kali terjadi
Agama dan ilmu pengetahuan memang berbeda metode yang digunakan karena berbeda fungsinya. Dalam ilmu pengetahuan kita berusaha menemukan makna pengalaman kita secara lahiriah, sedangkan dalam agama lebih menekankan pengalaman yang bersifat rohaniyah sehingga menimbulkan kesadaran dan pengertian agam yang mendalam. Dalam beberapa hal, ini mungkin dapat dideskripsikan oleh ilmu pengetahuan kita, tetapi tidak dapat diukur dan dinyatakan dengan rumus-rumus ilmu pasti.
Sekalipun demikian, ada satu hal yang sudah jelas bahwa kehidupan jasmani maupun rohani tetap dikuasai oleh aturan tata tertib hukum universal. Ini berarti, baik agama maupun ilmu pengetahuan terikat oleh suatu kekuatan, yaitu Allah. Keduanya saling melengkapi dan membantu manusia dalam bidangnya masing-masing dengan caranya sendiri dalam usaha melaksanakan Amanat Ilahi (33:72)
Nabi Muhammad SAW (Salallahu ‘Alaihi Wassalam) mengatakan bahwa “Ilmu tanpa iman bencana, iman tanpa ilmu gelap”. Dengan demikian harus dilakukan pengkajian fenomena alam dalam rangka pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam konteks mempertebal iman, takwa, dan sikap rohaniyah kepada Tuhan dengan berpijak pada sejarah bagaimana kejayaan Islam dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan sejak zaman pertengahan hingga sekarang adalah merupakan kesinambungan dan perubahan.



DAFTAR PUSTAKA

P.K, Soedewo. 2007. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah.
Rahardjo, M. Dawam [ed]. 1987. Insan Kamil: Konsepsi Manusia Menurut Islam. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti Pers.







Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.